Yang kuingat dalam dua tahun ke belakang ini, aku tidak datang ke reuni sekolah menengah atasku. Reuni ini bukan reuni akbar tapi grup eksklusif yang dari dulu dikenal sebagai grup orang-orang sableng dan kurang ajar. Stigma jelek selalu menempel kepada kami. Ada yang bilang kami pemalas, ada yang bilang kami ini bodoh, namun baiknya ada yang tidak bilang apapun alias kami didiamkan atau dikucilkan.
Grup kami tidak banyak anggotanya, tidak lebih dari 20 orang. Tentunya sebagai grup yang inklusif, anggotanya ada perempuan dan laki-laki. Kesamaan “nasib” sebagai orang-orang tersisih dari orang yang mainstream membuat kami akhirnya membuat pertemuan kecil sejak dulu zaman SMA, yang mana solidaritas yang lahir makin kuat dan terikat sampai sekarang. Sebenarnya tidak ada alasan khusus aku gabung grup ini. Awalnya diajak teman dekat. Dulu aku tidak merasa dikucilkan atau diberi stigma. Aku hanya anak pendiam yang memang tidak terlalu banyak bergaul dengan lainnya. Bagiku punya 1-2 orang teman cukup. Toh buat apa teman banyak-banyak, bagiku mulut hanya satu. Bayanganku terlalu banyak teman akan membuat mulut dan telingaku capai karena bekerja non stop harus ngobrol dengan mereka atau mendengar perkataan mereka.
Sebagai grup yang dicap “aneh”, ternyata kusadari bahwa keanehan itu terus terbawa sampai sekarang. Bahkan di acara reuni sekalipun. Jika orang pada umumnya reuni makan-makan, menikmati hiburan, sambil pamer-pamer kesuksesan dan pencapaian, maka reuni kami berbeda. Ya makan-makan itu pasti namun ada sesi yang dinamakan tumpah ruah dimana para peserta saling “pamer” segala cerita pribadi mereka yang aneh, kegagalan, dan keburukan dalam hidupnya. Menangis pun dan berkeluh kesah tidak apa-apa, malah direkomendasikan. Bahkan lebih gilanya, ada piala bergilir bagi cerita yang paling dramatis. Piala bisa disimpan di rumah pemenang selama setahun sampai waktu reuni tahun berikutnya. Tidak ada hadiah uang atau lainnya namun piala itu sangat prestisius bagi para anggota, kecuali aku. Atas alasan ini pula, aku tidak ikut reuni dua tahun ke belakang.
Tiga tahun lalu, terakhir ikut acara itu, banyak cerita yang super aneh yang aku dengar. Ada anggota perempuan, sebut saja inisialnya adalah Dahlia bercerita bahwa dia sudah kawin cerai lebih dari tiga kali. Bukan karena dia tidak cocok dengan mantan suaminya, namun memang dia terkurung dalam bisnis kawin kontrak dengan orang-orang dari negera seberang. Ada lagi anggota laki-laki sebut saja namanya Hendra. Hendra bilang bahwa dia punya hobi mengumpulkan kaos kaki bekas dari mana-mana. Kaos kami itu kemudian dibingkai sedemikian rupa dan diletakkan seperti pameran seni di rumahnya. Makin jelek kaos kaki bekas itu, makin berharga. Namun kala itu, yang berhasil merebut piala adalah si Mardi. Mardi bilang bahwa dia kerap mencicipi buah-buahan yang dijual di pusat-pusat perbelanjaan. Tentu dia tidak beli. Justru kenikmatan dia dapatkan ketika makan buah tersebut sambil adrenalinnya makin meningkat karena takut ketahuan pegawai toko. Dia tahu betul dimana letak-letak CCTV. Pun katanya dia sudah menjelajahi lebih dari 70% toko yang menjual buah di kota ini. Dia tidak mengutil dan membawa pulang buah, dia hanya ambil beberapa untuk dimakan di tempat.
Kupingku sudah tidak tahan dengan cerita-cerita aneh atau menyedihkan itu. Dan tiap tahun, tiap orang pasti membawa cerita-cerita baru yang beberapa sangat mengejutkan. Tidaklah aku mau cerita yang aneh-aneh lainnya, yang aku sendiri sampai geleng-geleng dan mengelus dada. Namun undangan reuni tahun ini membuatku mungkin berubah pikiran. Dalam undangan itu disebut bahwa pemenang akan mendapatkan juga hadiah mobil baru. Dalam benakku, pasti jika aku datang maka ceritaku akan memenangkan hadiah itu.