Menyapa Kedamaian Matahari Terbit dari Puncak Borobudur
Menyapa Kedamaian Matahari Terbit dari Puncak Borobudur

Menyapa Kedamaian Matahari Terbit dari Puncak Borobudur

Suara jangrik masih terasa nyaring terdengar, bersaut-sautan dengan kokok ayam jago dari berbagai desa di seluruh penjuru mata angin. Pagi buta itu, saya sudah dibangunkan oleh antusiasme saya sendiri, yang mungkin beresonansi dengan antusiasme orang lain. Ya, inilah momen yang sudah lama ada di travel wish-list saya. Jika dihitung, ada tidak lebih dari delapan orang berkumpul di teras hotel, tepat di halaman monumen yang konon merupakan monumen Buddha terbesar di dunia. Dari raut-raut muka yang saya lihat, mayoritas dari mereka adalah wisatawan asing.

Setelah diberikan penjelasan singkat oleh pemandu wisata, kamipun dibekali dengan senter kecil dan dipandu untuk berjalan menyusuri sisi-sisi taman yang tidak semuanya diterangi lampu. Tidak ada suara lain selain suara alam dan isinya serta derap langkah kaki kami. Sepertinya, kami dalam rombongan, semuanya cukup dewasa dan paham bahwa ini adalah semacam perjalanan singkat ke situs suci dimana kami harus menjaga suasana hening, tidak boleh urakan dan serampangan. Cukuplah kami merayakan rasa penasaran dalam hati tanpa riuh rendah.

Buat saya ini adalah perjalanan singkat yang spesial. Borobudur sudah sering saya kunjungi, tapi menyambut matahari pagi dalam paket wisata yang, bisa dibilang bukan massal, menjadi perjalanan kali ini berbeda. Candi yang menjadi karya besar Wangsa Syailendra sekitar abad ke-8 ini, menyimpan banyak sekali cerita. Cerita yang mengandung nilai-nilai yang universal. Ayunan kaki kami menghabiskan waktu sekitar 15 menit dan membawa kami ke areal di kaki candi. Suasana subuh kalau itu, menjadi semacam moment of truth bagi kami untuk bisa menyapa Borobudur secara lebih dekat dan intim.

Borobudur dibangun di atas bukit, dari berton-ton batu yang kemudian disusun dan dipahat sedemikian rupa. Walaupun bisa dijelaskan dengan logis tentang bagaimana dulu batu-batu itu berasal dan dipindahkan, namun daya nalar saya masih bisa belum bisa menerimanya. Benar saja, sayapun tidak yakin kalau manusia zaman sekarang bisa melakukannya, jika tanpa dibantu alat berat. Bagi saya Borobudur adalah keajaiban, sama ajaibnya dengan perasaan saya pagi itu.

Jika dilihat dari atas, Borobudur seperti bunga teratai yang terapung. Merepresentasikan mandala yang merupakan lambang alam semesta dan dalam ajaran Buddha mengandung banyak makna. Terdiri dari tiga tingkat yakni kamadhatu (ranah hawa nafsu), rupadhatu (ranah berwujud), dan arupadhatu (ranah tak berwujud), candi ini dihiasi 2.672 relief dan 504 patung Buddha. Relief-relief itu bertutur tentang cerita Karmawibhangga, Lalitawistara, Jataka dan Awadana serta Gandawyuha. Cerita-cerita yang menurut saya menarik dan patut dipahami makna di baliknya.

Peace from Within

Suasana pagi itu sedikit mendung, sayapun agak was-was apakah nanti saya bisa melihat matahari terbit yang telah lama saya idamkan. Banyak orang di dunia ini yang menjadi pemburu momen matahari terbit, pemburu momen matahari terbenam, atau keduanya. Waktu dimana matahari datang dan pergi, menurut banyak orang termasuk saya, adalah momen yang romantis. Awan memahami isi hati kami berdelapan, jelang matahari terbit, mereka berarak-arak bergerak ke penjuru mata angin yang lain. Kedelapan dari kami telah mencari posisi masing-masing, posisi terbaik untuk bertemu matahari pagi. Embun pun juga menyapa kami, bersaing dengan udara segar khas pedesaan; sungguh suasana yang menyenangkan, betul!

Sebagai seorang sunrise hunter, tidak ada yang bisa menggambarkan bahagianya perasaan saya saat itu. Sinar mulai muncul di sisi timur, di antara perbukitan sekitar Borobudur. Suasana sekitar masih tetap sama, sunyi. Kami hanya merayakan pagi itu dalam hati, tanpa suara. Beberapa terlihat mengabadikan momen pagi itu termasuk saya. Kami seolah menyatu dengan alam dan terhubung dengan Tuhan melalui bangunan suci ini. Menikmati sinar pagi selama kurang lebih satu jam, membuat saya yakin bahwa saat itu adalah matahari terbit terbaik yang pernah saya lihat selama saya hidup. Dan demi apapun, saya ingin mengulanginya, beberapa kali.

Bagi saya, Borobudur adalah simbol kedamaian dan kebahagiaan. Dua hal yang di zaman sekarang ini, mungkin makin sulit untuk dicari dan didapatkan. Sepertinya banyak orang yang akan setuju dengan pemikiran saya; bahwa kita hidup dalam zaman yang gendheng, dalam konteks bahwa keberadaan pandemi telah membuyarkan tata kehidupan normal kita. Bahkan ketika pandemi nanti telah berangsur selesai, kehidupan tidak akan pernah sama seperti sedia kala. Saya tahu dan sangat paham bahwa pandemi telah banyak membawa dampak buruk bagi kita semua, dari sisi finansial, non finansial, dan bahkan membuat kita, termasuk saya, berpisah dengan keluarga atau teman yang kita cintai. Mereka telah pulang, dalam damai. Aku harap kamu kuat, karena semua hanya sementara.

Momen matahari terbit di puncak Borobudur mengajarkan saya beberapa hal. Pertama bahwa tidak ada sesuatu yang abadi, nothing is permanent. Hanya dalam hitungan menit, suasana adem dan hening berubah menjadi terik. Begitu juga dalam kehidupan, senang sedih, bahagia kecewa akan datang silih berganti. Kita hanya perlu siap menyambut dan merelakannya pergi. Ini hanya proses biasa yang datang silih berganti. Kedua, kedamaian itu berasal dari dalam, peace from within. Saya tidak mempedulihan betapa kerasnya suara jangkrik dan bertalu-talunya suara jago saat itu. Saya tetap merayakan momen saya dan Borobudur di pagi hari dalam hati saya, dan saya bahagia. Tidak ada orang lain yang bisa merusak rasa bahagiamu kecuali kamu mengizinkan orang lain untuk melakukannya. Kebahagiaan bertumbuh ketika dibagikan, happiness grows when shared. Sebagai makhluk sosial, tentu kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Dan dalam situasi yang sulit saat ini, sudah sewajarnya jika kita saling bantu dan menguatkan. Bantu apa saja yang bisa kita lakukan dengan besar hati, memberi tanpa berharap menerima kembali. Saya tahu saat ini adalah situasi yang sulit, namun kita perlu ingat bahwa this too shall pass, semuanya akan berlalu dan kita akan merayakan bersama di akhir pandemi ini, terlepas bagaimana akhir ceritanya. Kita aka tetap bisa berbahagia.

Keajaiban-Keajaiban Lainnya

Candi Borobudur bukan satu destinasi wisata yang berdiri sendiri. Di sekitarnya, ada banyak destinasi wisata lainnya yang menawarkan berbagai pengalaman wisata menarik. Magelang, kabupaten dimana candi ini berada melahirkan banyak destinasi wisata baru yang otentik. Berikut ini adalah beberapa yang patut kamu coba atau kunjungi.

Tembikar-Tembikar Klipoh

Klipoh adalah desa yang berada di sekitar Borobudur. Terkenal sebagai salah satu sentra pengrajin gerabah turun temurun, di desa ini kita bisa melihat proses pembuatan yang masih tradisional. Produk yang dihasilkan berbagai peralatan masak seperti cobek, wajan, gentong, dan lainnya. Kitapun bisa mencoba ikut membuat gerabah, dengan seizin tuan rumah. Gerabah di sini dijual untuk memenuhi kebutuhan di Magelang dan sekitarnya, setidaknya itu yang saya dengar dari pengrajin sekitar. Untuk harga, kamu bisa membeli gerabah di sana dengan harga yang wajar sesuai dengan ukuran dan tingkat kesulitan pembuatan gerabah itu. Cocok untuk dijadikan oleh-oleh.

Jelajah Balkondes

Balkondes atau Balai Ekonomi Desa adalah program berbasis corporate social responsibility yang digagas oleh beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ada banyak Balkondes yang tersebar di sekitar Candi Borobudur antara lain Tuksongo, Wringinputih, Wanurejo, Tanjungsari, Majaksingi, Kenalan, Kembanglimus, Giritengah, Karanganyar, Kebonsari, Bigaran, Borobudur, Bumiharjo, Candirejo, Tegalarum, dan lainnya. Balkondes diharapkan bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pariwisata di desa masing-masing. Balkondes ini memiliki bangunan yang unik dan mayoritas adalah berbentuk pendopo joglo. Di beberapa Balkondes juga terdapat rumah makan atau restoran yang menyajikan berbagai kuliner tradisional setempat.

Live in

Sesekali kita perlu lepas dari hiruk pikuk dan coba tinggal di desa. Beberapa desa wisata di sekitar Borobudur menawarkan program live in atau tinggal bersama warga lokal. Tinggal bersama mereka dalam artian kita bisa juga ikut melihat atau ikut serta dalam aktivitas mereka sehari-hari seperti bertani, memasak, belajar kesenian, belajar setempat, dan aktivitas seru lainnya.

Seni Pahat Muntilan

Muntilan adalah nama kecamatan yang berada di sebelah utara Borobudur. Terkenal karena salah satunya memiliki sentra pengrajin patung, di sana bisa ditemui banyak workshop dan juga art gallery yang memajang dan menjajakan patung-patung batu serta berbagai peralatan dapur yang terbuat dari batu. Patung yang dijual pun beraneka rupa dan kharakter mulai dari patung Buddha sampai aneka tokoh pewayangan. Kamu juga bisa memesan patung sesuai dengan keinganmu (customized statue).

Candi Borobudur telah menguntai banyak cerita di antara pahatan reliefnya serta inspirasi yang diberikan baik bagi warga sekitar maupun semua orang yang berkunjung ke sana. Jika ditulis dalam lembaran kertas, entah berapa banyak halaman yang dibutuhkan untuk menuangkan semua cerita tentang Borobudur, mungkin tak terhingga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *