Gunungan wayang atau kayon adalah wayang berbentuk seperti gunung dengan aneka detail tumbuhan, hewan dan bentuk lain di dalamnya. Digunakan oleh dalang ketika membuka pertunjukan wayang, di sela-sela pertunjukan wayang dan di akhir pertunjukan tersebut. Saya sendiri sudah lama mengagumi makna di balik gunungan ini. Ada banyak sekali nilai luhur yang ada di dalamnya termasuk makna dari tiap detail gambar yang ada. Berikut ini penjelasannya yang saya copy paste langsung dari sumber yang saya tulis di bagian bawah artikel ini.
Gunungan pada Wayang Kulit berbentuk kerucut (lancip), disini melambangkan kehidupan manusia, semakin tinggi ilmu kita dan bertambah usia, kita harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling jiwa, rasa, cipta, karsa dan karya dalam kehidupan kita. Singkatnya, hidup manusia ini untuk menuju yang di atas (Tuhan).
Filosofi Hidup Sebuah Gunungan
Dari sisi filosofis, gunungan memiliki bobot lebih dibanding dengan tokoh wayang yang lain. Gunungan menjadi lambang hidup dan penghidupan, di dalamnya tersimpan filsafat sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup), jagad gedhe (alam semesta beserta isinya) dan jagad cilik (pribadi manusia, tataran atau tingkatan kehidupan manusia). Penyebutan nama kayon sendiri memiliki makna yang dalam. Kayon berasal dari kata kayun (kehendak, kajeng, karep), sehingga kayon mewujudkan kehendak manusia yang berubah (tidak tetap) dan menuruti apa yang dibutuhkan. Ini sama halnya dengan gunungan yang meskipun hanya satu dan isinya digonta-ganti, namun tetap disebut dengan gunungan. Tapi setelah dipegang oleh dalang bisa menjadi kehendak bermacam-macam, sesuai kehendak dalang.
Ki Timbul Hadiprayitno memiliki penafsiran terhadap wujud gunungan sebagai perlambang sangkan paraning dumadi. Gunungan atau kayon yang berbentuk segitiga memiliki arti yang bermacam-macam. Sudut paling atas melambangkan kodrat Ilahi yaitu roh atau sukma atau badan halus. Sementara sudut di sebelah kiri bawah menggambarkan roh yang lahir menjadi manusia melalui perantaraan perkawinan antara ayah dan ibu. Adapun sudut kanan bawah melukiskan roh yang dapat hidup dan memiliki wujud (jasad) sebab adanya empat unsur kehidupan yakni bumi, api, air, dan angin.
Penancapan Kayon dan Sisi Lain Kehidupan
Penancapan kayon dalam pementasan wayang kulit juga memiliki arti filosofis tersendiri. Aturan penancapan kayon dalam pementasan wayang yakni, dalam menancapkan kayon di pakeliran secara tegak ialah pada waktu pembukaan, pada waktu dimulainya gara-gara, dan pada waktu penutupan atau berakhirnya pagelaran. Kemudian tancapan miring ke kanan atau ke kiri ialah pada saat permulaan dari gending pathet sanga setelah tancapan kayon untuk gara-gara. Jika ditarik lurus, maka kayon itu menggambarkan ujung sudut segitiga.
Makna ketiga cara penancapan gunungan tersebut ialah Tri Wikrama atau tiga kali melangkah yang merupakan lambang dari kehidupan yang juga mengalami proses tiga kali yang disebut Purwa, Madya, dan Wasana. Sebagai misal yang terjadi pada diri manusia; masa kanak-kanak, masa dewasa, dan masa tua. Demikian pula halnya pada hewani serta tumbuh-tumbuhan. Bisa juga diartikan dengan dari ora ana (tidak ada) menjadi ana (ada) dan kemudian menjadi ora ana (tidak ada) kembali.
Kayon juga melambangkan semua kehidupan yang terdapat dalam jagad raya (dunia) yang mengalami tiga tahap (tingkatan) yakni,
- Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan yang beberapa orang mengartikan bahwa gambar pepohonan itu disebut pohon Kalpataru yang mempunyai makna pohon hidup.
- Lukisan hewani yang terdapat di dalam gunungan itu menggambarkan hewan-hewan yang terdapat di pulau Jawa.
- Peri kehidupan manusia yang dahulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sementara yang sekarang hanya digambarkan dalam janturan, prolog, atau dalam jejeran pertama.
Dalam keyakinan Hindu Bali sendiri, secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh Ki Dalang menggambarkan suatu proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu sehingga terwujudlah alam beserta isinya. Dalam istilahnya benda-benda tersebut disebut Panca Maha Bhuta¸ yaitu lima zat yang diciptakan oleh Tuhan, yakni Banu (sinar-udara-sethan), Bani (Brahma-Api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah). Agama Budha sendiri memberi pandangan bahwa kayon dapat diartikan sebagai pohon hidup atau pohon budhi tempat Sidharta Gautama mendapatkan wahyu (ilhamnya) untuk menjadi pelopor dalam pengembangan ilhamnya, sehingga akhirnya tersebarlah agama Budha di dunia.
Arti Gambar dalam Gunungan
Berikut ini adalah arti dari setiap detail gambar di dalam gunungan:
- Gapura dan dua penjaga adalah lambang hati manusia ada dua hal yaitu baik dan buruk. Tameng dan godho yang mereka pegang dapat di intrepertasikan sebagai penjaga alam gelap dan terang.
- Hutan (pohon) dan binatang adalah lambang dari berbagai sifat dan tabiat manusia.
- Pohon yang tumbuh menjalar keseluruh badan dan ke puncak Gunungan Wayang Kulit melambangkan segala budi-daya dan perilaku manusia harus tumbuh dan bergerak maju (dinamis) sehingga bisa bermanfaat serta mewarnai dunia dan alam semesta (Urip iku obah, Obaho sing ngarah-arah). Pohon itu juga melambangkan bahwa Tuhan telah memberi pengayoman dan perlindungan bagi manusia yang hidup di dunia ini.
- Burung melambangkan manusia harus membuat dunia dan alam semesta menjadi indah dalam spiritual maupun material.
- Banteng melambangkan manusia harus kuat, lincah, ulet dan tanguh.
- Kera melambangkan mausia harus mampu memilih dan memilah antara baik-buruk, manis-pahit seperti halnya kera pintar memilih buah yang baik, matang dan manis, sehingga diharapkan kita bertindak yang baik dan tepat ( bener tur pener).
- Harimau melambangkan manusia harus menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri (punya jati diri) sehingga harus mampu bertindak bijaksana dan mampu mengendalikan nafsu serta hati nurani untuk menuju yang lebih baik dan maju, sehingga bisa bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain dan alam semesta. Karena bila manusia tidak mampu menjadi Pemimpin bagi dirinya sendiri dan tidak mampu mengendalikan diri sendiri akan berakibat fatal dan semua akan hancur musnah seperti halnya Gunungan wayang bila dibalik akan menjadi berwarna merah menyala (terbakar).
- Gambar kepala raksasa melambangkan manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sifat rakus, jahat seperti setan.
- Gambar ilu-ilu Banaspati (jin atau setan) pada bagian belakang melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat dapat mengancam keselamatan manusia.
- Gambar samudra melambangkan pikiran manusia.
- Gambar rumah joglo (gapuran) melambangkan suatu rumah atau negara yang didalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram, dan bahagia.
Sumber konten: SuaraMerdeka.com & AgungJakaNugraha.com
Sumber konten: SuaraMerdeka.com