Tabe!
Tepat setelah memakan waktu 2,5 jam, pesawat yang saya tumpangi akhirnya mendarat di Bandara Mutiara SIS Al Jufri. Saya sangat excited karena inilah pertama kalinya saya berkunjung ke Sulawesi Tengah, provinsi dengan semboyan “Nosarara Nosabatutu” (bahasa Kaili) yang dalam Bahasa Indonesia berarti “Bersama Kita Satu”.
Pada tahun September 2018 lalu bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, dan likuifasi mendera provinsi ini. Tepat setelah hampir 5 tahun, saya bisa berkunjung dan melihat langsung bagaimana provinsi ini, tidak terbatas pada layar kaca atau sajian internet saja: sebuah syukur yang tiada tara.
Kota Palu sebagai ibukota provinsi menurut saya terlihat rapi dan bersih. Selama berkunjung di sana, saya tidak merasakan macet. Cuaca memang terasa panas sehingga jika berkunjung ke sana perlu memakai pakaian yang sesuai dan sering minum agar tidak terdehidrasi dengan baik. Terletak menghadap Teluk Palu, Palu punya banyak hal yang menarik. Beberapa akan saya jelaskan di bagian berikutnya dari tulisan saya.
Sebenarnya tujuan saya tidak hanya ke ibukota namun juga kabupaten di sebelahnya, yakni Kabupaten Sigi. Sigi adalah kabupaten yang luasnya sekitar 5.196 KM2. Tentu luas sekali karena jika dibandingkan dengan kabupaten dimana saya lahir, Jombang di Jawa Timur, luasnya “hanya” sekitar 1.159,50 KM2. Luas Sigi ini hampir sebanding dengan luas Kabupaten Banyuwangi, yang notabene kabupaten terluas di Pulau Jawa, yakni sekitar 5.782 KM2. Juga luas Provinsi Bali yang mencapai 5.780,06 KM2. Semua luas tersebut adalah bersumber dari informasi di Wikipedia.
Mengunjungi suatu daerah untuk pertama kali tentu menerbitkan banyak tanda tanya. Mulai dari bagaimana kondisi infrastruktur, perekonomian setempat, kuliner yang paling maknyus, atau kehidupan masyarakat sehari-hari berjalan. Dari sekian banyak hal menarik yang saya lihat, berikut ini yang terangkum oleh kamera mata saya.
Awas Buaya!
Pantai Talise adalah pantai yang membentang menghadap Teluk Palu. Bentangannya dari Kabupaten Donggala sampai Kota Palu. Pantai ini sudah menjadi obyek wisata baik bagi warga lokal maupun wisatawan dari luar daerah. Saking panjangnya pantai ini, di beberapa bagian sudah ditata apik dengan pusat kuliner dan fasilitas pendukung lainnya. Namun di beberapa bagian lain masih dibiarkan alami. Di beberapa titik saya lihat ada peringatan berbunyi; awas buaya. Buaya muara (Crocodylus porosus) memang sering terlihat di beberapa sisi pantai. Buaya ini habitatnya ada di muara Sungai Palu, sungai sepanjang 90 dan bermuara di Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong. Keberadaan buaya ini beberapa kali juga mengancam warga setempat dan pernah terjadi beberapa kali serangan buaya kepada manusia. Tidak heran jika ada larangan berenang karena adanya buaya yang bisa muncul sewaktu-waktu ini. Tapi menariknya, tepat di sisi Pantai Kampung Nelayan, tiap pagi banyak sekali orang lokal yang berendam. Mereka yang sekedar menikmati dinginnya air laut di pagi hari, memandang panorama Teluk Palu, menyantap kudapan lokal, atau bahkan sambil berbincang dengan teman atau keluarga sambil berendam. I see very slow living dimana mereka sangat menikmati momen berendam tersebut. Saya kira penduduk setempat juga sudah waspada dan mengetahui tanda-tanda atau kondisi dimana buaya berpotensi muncul. Saking tertantangnya, saya juga akhirnya ikut berendam di salah satu pagi hari. Benar-benar pengalaman yang wouw.
Perempuan Kaili
Kaili adalah suku yang paling banyak jumlahnya/ mayoritas di Palu dan Sigi. Di beberapa lokasi di Kota Palu saya melihat ibu-ibu atau perempuan yang berdagang dengan membawa pikulan. Di pikulan tersebut tergantung dua dagangan yakni pisang dan kacang goreng. Kacang goreng ini adalah kacang tanah yang digoreng pasir. Dari yang saya dengar dari teman yang asli penduduk setempat, mereka adalah perempuan Kaili dan biasa disebut Ina-Ina Kaili. Satu sisir pisang kuning dijual dengan harga 10 ribu rupiah. Begitu juga dengan harga satu bungkus kacang goreng. Konon memang makan pisang di sana akan afdol jika dibarengi makan kacang. Dari pengalaman saya, perempuan di banyak daerah memang menjadi salah satu garda terdepan dalam perekonomian keluarga dan masyarakat, seperti halnya Ina-Ina Kaili yang bekerja keras untuk keluarga dan kehidupan yang lebih baik.
Durian Sulawesi Tengah
Di salah satu sisi, ada daerah bernama Hutan Kota. Tidak ada hutan di situ karena sejatinya adalah taman kota. Di salah satu sisinya, ada banyak penjual durian dari ujung satu ke ujung lainnya. Dan yang bikin kaget adalah mereka buka 24 jam penuh. Saya tidak pernah melihat ada penjual durian sebanyak itu sebelumnya. “Pasar durian” ini telah menjadi jujukan bagi para wisatawan. Tentu duren merupakan daya tarik untuk banyak orang termasuk saya. Dan berada di Hutan Kota ini menyenangkan sekali bagi saya. Durian yang dijual mulai dari durian lokal sampai montong. Kebanyakan durian berasal dari Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Sigi. Pembeli bisa memilih durian jenis apa dan ukuran apa yang dibeli. Tidak hanya buah durian yang dijual tapi juga olahan durian yang dijual di sana seperti es krim. Malam-malam makan durian di Palu itu, enak banget. Kalau tidak percaya, coba saja datang langsung ke sana ehehe. Bagi yang mau bungkus untuk oleh-oleh, pedagang di sana sudah handal dan terlatih membungkus durian kupas agar tidak bau dan bisa lolos pemeriksaan bandara agar bisa masuk kabin ehehe.
Mangan, Mangan, dan Mangan
Tiada jalan-jalan kecuali mencoba kuliner lokal. Di sana saya mencoba buanyak kuliner yang enak-enak. Kota Palu identik dengan nasi kuning. Nasi kuning dijual mulai di jalan-jalan sampai pada restoran, dari pagi sampai tengah malam. Uniknya di sini nasi kuning disajikan dengan pilihan lauk mulai ayam sampai daging. Juga dilengkapi dengan kuah santan yang diguyurkan ke nasinya. Kuliner lainnya adalah kaledo atau kaki lembu donggala. Makanan berupa sup dengan bahan utama daging lembu. Daging lembu ini disajikan dengan tulangnya bahkan ada yang disajikan dengan sumsum yang dilengkapi sedotan. Saya baru pertama kali makan kaledo dan ternyata rasanya uenak sekali: asam, segar, dan pedas. Daging lembu atau sapinya juga enak sekali, cocok dimakan saat masih panas. Kuliner berikutnya adalah ayam panggang Biromaru. Biromaru adalah nama kecamatan di Sigi. Resep ayam panggang ini kaya akan rempah dan memang khas sekali daerah Biromaru. Ayam kampung dibalut dengan aneka bumbu kemudian dipanggang. Disajikan panas dengan nasih sungguh enak rasanya. Bicara makan memakan, tentu tidak lengkap tanpa ikan. Di Palu banyak warung yang menjual seafood. Ikan dimasak aneka masakan mulai dari bumbu woku sampai dipanggang atau dibakar: uenak pokok e. Di Sigi banyak kolam pemancingan yang menjual hidangan air tawar. Pokoknya kalau jalan-jalan di Sulawesi Tengah tidak kuatir akan sajian kuliner yang menggoyang lidah.
Pasar Tradisional
Tidak lengkap jalan-jalan ke suatu daerah tanpa ke pasar tradisional. Saya lihat di sekitar tempat saya menginap ada beberapa pasar tradisional yang menarik untuk dikunjungi. Akhirnya pilihan saya tertuju ke Pasar Masomba. Setelah shubuh saya bergegas ke pasar ini. Selayaknya pasar tradisional, di sana banyak dijual aneka rupa barang dagangan, mulai dari daging, ikan, sayur, sampai baju. Saya menyisir pasar dari satu sisi ke sisi lainnya dan saya sangat menikmatinya. Tentu kalau ke pasar tradisional harus belanja. Pertama saya beli jajan khas setempat, namanya rono dange. Ini terbuat dari ikan teri kecil yang kemudian dibumbui, dibungkus daun pisang, kemudian dibakar atau dipanggang. Rasanya gurih sekali. Harganya per 3 bungkus dijual seharga 5 ribu rupiah. Lalu saya membeli salak, harganya lumayan murah yakni 5 ribu rupiah untuk satu kilogramnya. Tidak ketinggalan saya membeli topi petani khas Kaili, namanya toru. Topi ini terbuat dari daun lontar. Harganya per buah 20 ribu rupiah. Dari cerita, dulu di pasar ini masih banyak ditemui delman namun saat ini keberadaannya sudah tidak ada.
Hantu Pok-Pok
Dalam perjalanan malam ke puncak Wayu, dimana kita bisa melihat Kota Palu dari atas, saya bertanya kepada teman-teman setempat: apa cerita mistis yang ada di Palu atau Sigi. Jalan ke Wayu konturnya menanjak dan di samping kanan atau kirinya adalah jurang. Jalan di situ tidak ada penerangan sama sekali, sehingga mendukung suasana ketika saya menanyakan cerita mistis tersebut ehehe. Wentira adalah jawaban yang pertama, kerejaan gaib yang ada di Palu ini memang sudah sangat terkenal dan sering diberitakan. Kedua adalah hantu pok-pok, hantu sejenis kuyang. Hantu ini adalah kepala dan jeroan tubuh manusia yang bisa terbang. Hantu pok-pok sejatinya adalah manusia yang mendalami ilmu hitam yang lantas bisa berubah bentuk menjadi sosok hantu menyeramkan tersebut. Mereka mendalami ilmu hitam dengan tujuan untuk kekebalan atau panjang umur atau keabadian. Ketika terbang, hantu ini bisa mengeluarkan suara ‘pok pok’. Mereka suka dengan aroma darah dan biasa menargetkan hewan peliharaan atau bahkan jabang bayi atau orok untuk dimakan. Mitosnya untuk mengusir hantu pok-pok, maka masyarakat memasang batang dan daun jarak di pintu atau jendela rumah. Kata org tua dulu juga ketika sedang tidur dan mendengar suara hantu pok-pok, maka kita harus tidur memiringkan badan.
Sapi di Sigi
Dengan wilayah yang sangat luas dan masih banyak tanah lapang dipenuhi rumput dan tanaman hijau, Sigi dikenal akan peternakan sapinya. Di berbagai sisi memang mudah dijumpai sapi-sapi ini, tidak hanya satu dua tapi juga puluhan. Sapi ini banyak juga yang dilepaskan begitu saja di tanah lapang hijau. Jenis sapi yang ada di Sigi antara lain sapi lokal, Bali, Madura, PO dan juga sudah ada jenis limosin simental dengan cara briding-nya kawin suntik. Sapi di Sigi banyak dijual di sekitar Palu.
Komoditas Berkelanjutan
Sebagian besar wilayah Sigi adalah hutan, termasuk area Taman Nasional Lore Lindu dan Cagar Biosfer Lore Lindu. Pemerintah daerah setempat berkomitmen dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, bahkan telah mengeluarkan Perda bertajuk Sigi Hijau. Berbagai komoditas unggulan digiatkan seperti kakao, durian, palmarosa, kopi, dan lainnya yang diharapkan tercipta hilirisasi sehingga menghasilkan produk yang bernilai tambah. Dengan demikian, ada manfaat lebih besar dan bernilai yang bisa dinikmati oleh masyarakat. Diharapkan pula. mereka akan makin terpacu untuk menghasilkan komoditas unggulan tersebut.
Saya senang sekali dan bersyukur bisa berkunjung ke Sulawesi Tengah. Kenangan di setiap momen yang saya akan rayakan sampai kapanpun. Semoga suatu saat saya bisa eksplor daerah lain di sana.
Songgopoasih ….