Sampai akhir hayat hidup, Bapak tetap memikirkan tentang pembangunan masjid. Adalah masjid terbesar di desa dimana kami tinggal. Masjid ini letaknya berdempetan dengan rumah kakek dan nenek yang sekarang ditempati orang tua saya, di Dusun Ngogri, Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Saya ingat betul, masjid itu bentuknya dulu sebelum dirobohkan. Terdiri dari empat bagian utama. Bagian luar berupa tempat wudhu. Bagian utamanya adalah serambi masjid dengan pintu semen berbentuk lengkung, ada tempat sholat pria, dan di sisi samping ada tempat sholat perempuan. Atap utamanya berbentuk tumpang tiga lapis dan di atasnya ada cungkup seperti bentuk kendi atau kuncup bunga. Khas arsitektur atap masjid Jawa zaman dulu pada umumnya. Sayang memang tidak banyak dokumentasi foto apalagi video tentang masjid ini.
Di masjid ini pula, saya dan teman-teman belajar Al Qur’an. Tiap sore kami belajar mengaji dan mendengar banyak cerita tentang Nabi dan cerita agama Islam lainnya dari guru ngaji kami. Bercanda gurau dengan banyak teman saat itu.

Time flies. Masjid tersebut karena ketertabasan kapasitas tampung terutama saat peringatan hari besar keagamaan, masjid tersebut akhirnya dirubuhkan untuk kemudian dibangun kembali. Masjid itu bernama Masjid Besar Nuruddin, artinya adalah cahaya agama.
Bapak semasa hidupnya mengajar agama Islam di SMP kecamatan dimana kami tinggal. Selain itu, juga menjadi ketua takmir masjid. Ya menjadi ketua masjid seumur hidup bahkan sampai hari terakhir Bapak berpulang. Sebagaimana takmir masjid lainnya, tugasnya adalah mengelola seluruh urusan rumah tangga masjid. Termasuk tentunya adalah program pembangunan dan renovasi.
Urusan pembangunan dan renovasi masjid tentu bukan perkara mudah. Ada banyak kepala yang terlibat dengan berbagai ide atau pikiran yang bisa berbeda. Hampir semua tentu menginginkan yang terbaik untuk masjid ini. Namun yang saya lihat bahwa ide itu harusnya dibatasi oleh realitas ketersediaan sumber daya yang ada. Atau jika pun belum ada dan akan diusahakan sumber daya tersebut, seharusnya bisa menjadi komitmen bersama untuk berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Program ini berjalan tidak hanya setahun atau dua tahun bisa juga selamanya sepanjang kapan sumber daya itu tersedia. Tentu memakan waktu, pikiran, dan tenaga orang-orang yang terlibat di dalamnya. Terkait dengan dana, pengumpulan dana dilakukan secara manual dengan kotak amal yang ada di area masjid. Panitia juga mengumpulkan uang sumbangan bulanan dari warga, dari rumah ke rumah atau door to door. Warga juga bisa berdonasi apapun misalnya logistik bahan bangunan, konsumsi untuk tukang, bahkan tenaga itu sendiri.

Jika jujur ditanya dan dijawab, saya lebih suka bentuk masjid sebelumnya. Buat saya bentuknya bersahaja, sederhana, dan tentu punya nilai sejarah sendiri. Tapi ya begitulah keinginan bersama. Toh saya tidak ikut dalam proses pembuatan program ini sejak awal.
Hari berganti, bulan datang dan pergi, tahun melayang. Bapak selain sibuk mengurusi masjid juga harus berjuang melawan penyakit diabetes. Tubuhnya makin lama makin lemah. Kondisi ini tidak diingiri dengan makin berkurangnya beban tanggung jawab program pembangunan dan renovasi masjid tersebut. Akhirnya dari jarak jauh, saya bantu untuk mengumpulkan dana melalui platform crowdfunding. Alhamdulilah terkumpul lebih dari dua ratus juta yang kemudian bisa digunakan untuk berbagai hal mulai dari pembuatan kantor masjid dan perabot seisinya, pembuatan gudang kering masjid, pembuatan gudang basah masjid, pembuatan taman masjid, pemasangan paving halaman masjid, dan masih banyak lagi. Uang donasi itu berubah menjadi pintu, dinding, sampai jendela. Tujuan saya selain agar masjid tersebut bisa mengurangi item yang pembangunan dan renovasi, tentu juga untuk mengurangi beban bapak.

Sudah lebih dari lima tahun ini berjalan dan akan terus berjalan sampai program tersebut selesai. Ada banyak momen yang saya alami bersama masjid ini. Saya ingat betul ketika mencari tukang ke kecamatan tetangga yang bisa membuat lafadz Allah dan Muhammad yang akan dipasang di bagian depan masjid, di samping kiri dan kanan tempat imam. Waktu itu jelang bulan puasa dan saya dengan berkendara motor mencari lokasi yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Tujuannya adalah agar lafadz tersebut segera dibuat dan dipasang agar Ramadhan di masjid itu lebih semarak. Tukangnya pun terkejut ketika tahu ukuran yang saya pesan begitu besar. Sebelumnya yang bersangkutan belum pernah membuat yang sebesar itu.
Ada pula momen ketika Bapak ikut ke tukang pembuatan paving yang ada di Kecamatan Peterongan. Bapak yang saat itu letih, masih mau dan memaksakan ikut untuk memilih jenis paving. Tidak hanya itu, juga berusaha untuk mendapatkan diskon dari bos pemilik pembuatan paving tersebut. Kini, halaman masjid sudah rapi karena paving-paving tersebut. Sangat nyaman untuk parkir atau berkegiatan lainnya. Saya lihat juga banyak mobil atau kendaraan besar yang putar balik dari halaman itu. Syukurlah paving itu berguna.

Atau momen ketika saya belanja aneka tumbuhan dan bunga untuk kebutuhan taman. Dengan sepeda motor, saya harus membawa banyak bunga itu di depan, samping, dan belakang motor.
Kini masjid tersebut kian rapi dan bersolek. Namun sayang memang kadang rasa memiliki warga masih kurang. Banyak yang menggunakan fasilitas dan ditinggal begitu saja ketika fasilitas itu rusak, misalnya bangku taman. Banyak pula anak-anak bahkan orang dewasa yang membuang sampah sembarangan, atau mereka yang tidak menjaga kebersihan toilet. Mungkin lebih ngenes lagi adalah masjid itu hanya ramai ketika sholat jum’at dan perayaan hari besar Islam. Selepas itu, masjid itu terlalu besar untuk menampung penduduk yang sedikit ketika melakukan ibadah harian di sana. Sayang sekali memang.

Semangat Bapak yang selama ini ada pun tidak akan surut, pun tidak akan mengurangi keinginan saya untuk terlibat dalam menyelesaikan pembangunan dan renovasi masjid ini. Bapak sudah berpulang, orang yang menjadi pngurus dan panitia program sudah berganti. Namun saya selalu tetap di sini untuk berkontribusi.
Masjid ini adalah titipan buyut ke mbah. Yang kemudian menjadi titipan mbah ke bapak. Dan sekarang menjadi titipan untuk saya.