Slice Tennis Story: Selamat Jalan Joni!
Slice Tennis Story: Selamat Jalan Joni!

Slice Tennis Story: Selamat Jalan Joni!

Minggu sore itu, awal April 2017, seperti biasa kami, anggota klub tenis MHI, berlatih. Cuaca terlihat cerah dan lapangan sangat memungkinkankami untuk bermain. Well, jujur memang cuaca yang cerah cenderung panas membuat saya lebih semangat latihan atau bermain. Sebaliknya cuaca mendung membuat orang-orang galau jika saja di tengah-tengah permainan justru gerimis atau hujan lebat. Jam 3 sore, para anggota sudah ramai dan berdatangan satu persatu. Mereka yang sudah datang pun akhirnya memanfaatkan waktu untuk bermain atau berlatih. Di klub ini, keanggotaan memang dibagi menjadi dua: pertama adalah beginner dan kedua adalah advanced. Pada jam 03.00-04.00 maka setiap peserta akan mendapatkan jadwal latihan atau bermain secara paralel karena ada 3 lapangan yang tersedia pada jam itu.

Sayang cuaca berubah mendung dan hujan ringan menjelang pukul 4. Anak-anak pun kemudian berteduh dan menunggu dalam ketidakpastian. Namun saat jam 5 lebih sedikit, kemudian saya berinisiatif untuk mengajak anak-anak bermain. Saya termasuk salah satu anggota yang freak dan sering memaksakan diri bermain saat hujan rintik atau saat hujan sudah berhenti, walaupun lapangan masih basah. Well dalam pikiran saya, saya ke lapangan kan untuk bermain dan bukan untuk menunggu hujan ehehe. Nah, saat itu hanya Joni yang merespon ajakan saya. Saya ingat betul ketika saya bilang:

“guys yuk mukul lucu-lucuan!” begitu ajak saya.

Akhirnya saya pukul tenis one-on-one dengan Joni, saat kondisi masih rintik-rintik. Saat itu, saya tidak memakai sepatu tenis saya jadi saya harus berhati-hati ketika mengejar bola. Saya juga tidak memaksakan diri untuk lari dan mengejar bola karena memang kondisi lapangan yang licin saat itu. Agar teman sparring saya juga tidak melakukan yang sama, maka saya selalu berupaya untuk mengarahkan bola ke arah posisi dimana dia berada.

‘Acara syukuran MHI beberapa bulan lalu’

Namun saat itu Joni sepertinya sedang semangat-semangatnya, bola tenis dipukulnya kencang-kencang ke seluruh penjuru lapangan saya. Sering sekali dia memukul winner yang artinya bolanya tidak bisa saya jangkau dan kembalikan, seringkali pula teman-teman yang melihat dan duduk di bangku menyorakinya. Sepertinya dia terlihat lebih semangat dengan sorakan tersebut.

Nah setelah memukul sekitar 20 menitan, kondisi lapangan saat itu kemudian terang benderang. Hujan berhenti total dan kemudian beberapa orang akhirnya meminta penjaga lapangan untuk mengepel. Ketika engkong, seorang penjaga lapangan yang paling tua, mengepel, kemudian ada salah seorang yang nyeletuk:

“Jo, apaan sih lo orang ada ngepel masih maen aja lo!”

Ya wajar karena memang bisa saja bola yang saya pukul mengenai engkong tersebut. Akhirnya, saya berhenti bermain dan duduk di pinggir lapangan. Yang saya tahu si Joni tetap bermain entah service atau memukul lainnya. Saya tidak terlalu memperhatikan. Sampai yang saya lihat dari pinggir lapangan, kemudian ada satu orang lagi yang akhirnya bermain sparring. Sampai pada satu titik dimana saya melihat Joni terjatuh dan dari sinilah awal mulanya.

Do’a Kami Menyertai

Joni terlihat terjatuh ke depan dan saat itu kami sempat terdiam beberapa detik sebelum menuju posisi dia yang jatuh. Setelah badannya kami balikkan, dia sudah tidak sadarkan diri namun terdengar suara dari mulutnya. Saat itu kami kaget, kalut dan takut menjadi satu. Berdasarkan perkataan penjaga lapangan, bisa dipastikan Joni terkena serangan jantung. Tidak pernah kami mengalami atau melihat kejadian tersebut secara langsung di waktu-waktu yang lalu. Biasanya kecelakaan hanya terjadi seperti terkilir, keseleo, atau otot tertarik. Yang paling parah sebelumnya adalah yang saya alami ketika mata saya terkena bola yang cukup keras ketika saya berada di depan net.

Saat itu, tidak ada satupun yang bisa memberikan pertolongan pertama. Akhirnya kami membawa Joni ke rumah sakit MMC. Di sana joni langsung ditangani di ruang gawat darurat. Saya tidak terlalu tahu bagaimana dia ditangani namun saya sempat melihat sebentar sebelum akhirnya saya meninggalkan ruangan untuk sholat magrib. Di saat yang bersamaan, beberapa dari kami mencari kontak keluarga atau teman Joni yang bisa dihubungi. Memang database keanggotaan klub kami tidak mencakup kontak emergensi dan juga track record kesehatan. Sebelumnya kami tidak pernah tahu bagaimana riwayat kesehatan Joni, bagaimana pola hidupnya, pola makannya dan lainnya. Yang kami tahu, Joni termasuk anggota yang rajin, berangkat dan pulang di waktu yang sesuai. Dia juga termasuk yang aktif bermain tenis selama di lapangan. Dia juga dikenal sebagai anak yang gemar lari dan sering ikut beberapa event lari.

‘Semoga semua bisa sehat dan berolahraga terus’

Sekembalinya saya ke ruang gawat darurat, saya yang dari tadi ketar-ketir, akhirnya mendengar berita bahwa Joni tidak bisa tertolong dan akhirnya meninggal dunia; innalilahi wainnailahi rojiun. Tentu kami kaget dan bersedih. Bahkan ada dari kami yang menangis. Ya semuanya terjadi dengan cepat dan tidak pernah kami bayangkan sebelumnya. Kami akhirnya berhasil mengontak salah satu keluarganya dan akhirnya mereka datang ke rumah sakit tersebut. Mereka terlihat tegar walau masih ada pengharapan dengan meminta dokter untuk melakukan pengecekan kembali. Namun memang sudah saatnya bagi Joni untuk beristirahat. Akhirnya Joni dikirim ke rumah duka untuk kemudian diterbangkan ke kampung halamannya di Medan, Sumatera Utara. Selamat jalan Joni, semoga bahagia dan damai di sana. Mohon maaf dari kami semua jika ada kesalahan.

Siap Berolahraga

Kejadian yang kami hadapi kala itu membuat kami menarik banyak sekali pelajaran berharga:

  1. Pertama adalah terkait dengan pentingnya memiliki informasi akan kontak emergensi entah itu teman dekat, keluarga atau apaun yang bisa dihubungi jika terjadi sesuatu. Hal ini pula yang akhirnya mendorong pendataan ulang keanggotaan di klub kami dengan memasukkan poin kontak emergensi dan track record kesehatan.
  2. Kedua adalah pentingnya melakukan pemanasan jelang olahraga. Pemanasan ini untuk mempersiapkan agar tubuh kita siap untuk olahraga lebih lanjut. Termasuk di dalamnya adalah pendinginan.
  3. Ketiga adalah pentingnya untuk paham diri sendiri dan batas dimana tubuh bisa mentolerir forsir secara fisik, mental dan psikologis. Seringkali publik mengharapkan kita untuk break the limit tapi hanya kita yang tahu dimana batas diri kita. Tidak ada gunanya juga memaksakan diri untuk berlari ketika kondisi fisik sedang capek. Maka janganlah olahraga jika memang tidak kuat, berhentilah olahraga jika sudah capek.

‘Semoga Joni bisa terus bermain tenis di sana :)’ Joni duduk jongkok bertopi biru

Tenis memang merupakan olahraga yang beresiko karena memang secara pergerakan membutuhkan jantung yang bisa menyesuaikan dengan pola permainan tenis yang cukup dinamis dan sporadis. Semoga kita semua bisa tetap sehat dan berolahraga yang kita sukai. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *