Pada Februari 2017 yang lalu, secara random kakak saya mengajak jalan-jalan ke Bali. Namun bukan jalan-jalan privat namun bersama dengan rombongan dia perusahaan dia bekerja. Nah, perjalanan kami adalah overland dengan menggunakan bus dari Jawa Timur menuju Bali. Perjalanan overland seperti ini bukanlah kali pertama buat saya dan bahwa menikmati setiap penjuru provinsi Jawa Timur dan Bali yang belum pernah saya lihat sebelumnya adalah suatu hal yang menarik.
Seperti biasa, perjalanan kami bermula dari tengah hari kemudian menempuh jalur Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, Negara, Tabanan, Badung dan Denpasar. Di tengah perjalanan tepatnya di Probolinggo, rombongan kami sempat berhenti di rest area untuk istirahat, sholat dan makan. Memasuki khawasan Banyuwangi, hawa liburan sudah mulai terasa. Kami menyeberangi Pelabuhan Ketapang untuk menuju Pelabuhan Gilimanuk. Perjalanan melewati Selat Bali ini hanya membutuhkan waktu kira-kira setengah jam. Tepat sebelum shubuh, rombongan sudah sampai di Tanah Lot. Ini adalah kali kesekian saya ke Tanah Lot, namun ini baru pertama kalinya saya ke sana pada pagi hari. Menyambut matahari pagi di Tabanan benar-benar indah, kami disajikan matahari terbit di antara sawah-sawah berundak khas Tabanan sembari menunggu jam buka Tanah Lot. Seiring dengan berjalannya waktu, bus-bus pariwisata yang juga pastinya berasal dari Jawa Timur mulai berdatangan, memenuhi areal-areal parkir yang ada di sana. Sebelum memasuki area Tanah Lot, kami diperkenalkan dengan pemandu wisata kami. Entah saya lupa namanya, yang jelas mbak-mbak Bali ini menggunakan pakaian kebaya khas Bali sepanjang perjalanan bersama kami.
Pagi itu suasana sudah ramai. Para wisatawan langsung menuju pura utama Tanah Lot. Yang pasti seperti halnya wisatawan Indonesia pada umumnya maka mereka langsung berfoto-foto ria. Saya sendiri memilih pergi ke sisi lain dari area ini. Ya, area ini memiliki beberapa pura dan cukup luas ternyata. Dari area ini, kami bisa melihat Samudera Hindia secara langsung. Memandang lautan lepas membuat hati sangat damai dan tanpa beban sepertinya ehehe. Belum lagi udara pagi yang segar yang membuat suasana semakin nyaman.
Kami pun sarapan di area oleh-oleh khas Bali yakni Bagus Bali. Bisnis oleh-oleh Bali memang bisnis yang menjanjikan. Kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang mencapai lebih dari 5 juta per tahun ke Bali menjadi pasar yang sangat menggiurkan untuk digarap. Beberapa brand besar seberti Joger, Krisna, Bagus Bali adalah nama-nama yang sering kita dengar.

Jelajah Teluk Benoa
Rombongan lantas melanjutkan ke objek wisata selanjutnya. Kemana? Yakni ke Kabupaten Badung tepatnya di Tanjung Benoa. Tanjung Benoa adalah sebuah area tanjung di sisi timur Bali, terkenal sebagai pusat water sport di Bali. Sepanjang perjalanan, si mbok pemandu wisata tadi menceritakan tentang bagaimana sejarah Tanah Lot yang kerap dekat dengan keberadaan Sang Hyang Nirarta Samadhi. Selain itu dia juga bercerita tentang banyak hal terkait Bali misalnya kenapa ada sesaji yang dipersembahkan untuk makhluk dunia lain, yag ini kerap karena adanya kepercayaan untuk menjaga keseimbangan alam yang meliputi tiga hal yakni parahyangan, pawongan dan palemahan. Dia juga bercerita tentang Kabupaten Badung yang merupakan kabupaten terkaya di Bali karena banyaknya area hotel, resort, restoran dan pusat hiburan di sana. Bahkan merupakan kabupaten terkaya di Indonesia.
Memasuki kawasan Benoa, seperti halnya kawasan pesisir, maka daerah ini sangatlah panas. Saya langsung berasa gosong dan terbakar ehehe. Bagi kebanyakan wisatawan Indonesia umumnya, tujuan utama ke Tanjung Benoa adalah menyeberangi selat dan menuju ke Pulau Penyu yang berjarak 20 menitan dengan menggunakan perahu boat. Nah, bagi sebagian lainnya yang berduit lebih banyak, maka mereka akan mencoba aneka water sport seperti banana boat, flying fish, sea walk dan lainnya. Jangan ditanya harganya, pasti mahal. Saya sendiri belum pernah mencoba karena memang kurang tertarik saja. Ini adalah kali kedua saya berkunjung ke Pulau Penyu yang ada di area Serangan ini. Tidak banyak yang berubah selain beberapa kolam baru dengan jumlah penyu yang lebih banyak. Di sini memang ditangkarkan penyu, saya lupa apa jenisnya, yang kemudian jika mencapai umur tertentu akan dilepaskan ke laut lepas. Penangkaran ini mulai dari telur sampai pembesaran. Di sini, wisatawan dapat memberi makan penyu bahkan memegang dan berfoto bersama. Entah seberapa domestik penyu-penyu tersebut dan entah berapa ratus ribu orang yang sudah memegang dan berfoto bersama mereka. Saya sendiri tidak tahu apakah ada hari break untuk menjaga agar penyu-penyu tersebut tidak stres karena saking banyaknya kunjungan. Nah pengelolaan Pulau Penyu ini dilakukan oleh kelompok sadar wisata setempat yang hasil pendapatan dari objek wisata ini digunakan untuk kas desa. Objek wisata ini terlihat memang memberdayakan banyak warga setempat untuk ikut serta bekerja di sana. Dari pulau ini, dapat dilihat secara langsung area Teluk Benoa yang masih hiruk pikuk dengan isu reklamasi yang juga belum selesai.

Berkunjung ke Garuda Wisnu Kencana
Objek wisata ketiga yang kami kunjungi adalah Garuda Wisnu Kencana yang ada di Kabupaten Badung juga. Berbeda dengan Pulau Penyu, objek wisata ini dikelola oleh swasta. Pembangunan patung raksasa ini memang belum selesai juga, konon katanya karena terkendala masalah biaya. Area ini memang sanbat luas dan dulunya adalah pegunungan berkapur yang kemudian disulap menjadi area patung, area olahraga, area belanja dan lainnya. Area ini juga sering menjadi tempat penyelenggaraan konser. Wisnu adalah salah satu tiga dewa utama dalam agama Hindu dan merupakan dewa pemelihara. Wisnu memiliki kendaraan berupa burung garuda. Cerita garuda ini erat hubungannya dengan cerita pemuteran, kata si Mbok.
Di area ini, tentu objek wisata utamanya adalah patung Wisnu dan patung Garuda. Selain itu di area ampiteathre dilakukan pertunjukan seni dan budaya harian pada jam-jam tertentu. Saat di sana, saya sempat melihat perunjukan Barong Landung. Yang saya senang di sini ada pusat oleh-oleh dengan berbagai pilihan. Saya dan kakak sempat membeli beberapa pernak-pernik seperti kotak cenderamata khas Bali serta aneka suling Bali. Sama dengan Teluk Benoa, kawasan ini juga sangat panas dan terik ehehe.

Panasnya Pantai Kuta
Objek wisata terakhir pada hari pertama yang saya kunjungi adalah Pantai Kuta. Pantai ini adalah salah satu pantai favorit dan paling dikenal bagi para wisatawan. Dan lagi-lagi terletak di Kabupaten Badung. Pantai Kuta adalah salah satu pantai yang membentang di pesisir barat Bali dan merupakan tempat yang tepat untuk menikmati pemandangan matahari terbenam. Pantai ini juga tempat banyak orang berselancar. Di sepanjang sisi daratannya, berderet berbagai restoran, beach club, hotel dan pusat-pusat perbelanjaan yang menjadikan kawasan ini, beserta kawasan Legian dan Seminyak, menjadi favorit bagi banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Ini adalah kali kesekian saya ke pantai ini. Dan di sore itu, saya ingin mencoba sesuatu yang baru. Ya, sambil menikmati matahari terbenam, saya menikmati layanan pijit tradisional dari pemijit yang banyak ditemui di sana. Untuk layanan selama 30-40 menit, saya membayar sekitar 50 ribu. Ibu Kadek begitulah namanya telah selama puluhan tahun menjadi pemijat di Pantai Kuta. Dia juga saksi hidup bagaimana industri pariwisata khususnya di sekitaran Kuta pasang surut, mulai dari dulu awal berkembangnya wisata, pasca serangan bom dan saat ini. Dalam sehari, ibu yang tinggal di kawasan Denpasar ini memiliki pendapatan yang tidak pasti. Kadang bisa memijat satu, dua atau lebih orang namun juga kadang tidak mendapatkan penghasilan sama sekali. Menurutnya, pemijat di sana terdaftar di desa adat Kuta. Menikmati sore bersama minuman kelapa muda, senja sore dan juga obrolan yang renyah dengan perempuan asli Bali memang sangat menyenangkan. Mau mencoba?
Di Kuta ini pula perjalanan saya berakhir. Peserta lain di rombongan ini lanjut berbelanja serta keesokan harinya ke pusat industri emas dan perak di Celuk serta menikmati pertunjukan tarian barong dan tari tradisional lainnya di Batubulan.