Senin pagi dini hari, tanggal 12 Juni, tepatnya pukul 02.00 kami harus segera berbegas untuk menuju Ciledug kemudian lanjut Bogor dan Lebak untuk kemudian lanjut menuju Kampung Cisaban. Kampung Cisaban adalah satu dari 65 kampung di Baduy Luar, yang pada beberapa minggu lalu terkena bencana kebakaran yang menghabiskan seluruh rumah dan lumbung padi di kampung tersebut. Kami menuju kampung tersebut untuk kemudian menyerahkan bantuan berupa pakaian, yang telah kami kemas dalam beberapa dus besar serta bantuan tunai. Bantuan tersebut kami kumpulkan dalam project sosial bertajuk Geo-Care 2017: Charity for Baduy. Saya dan 3 orang lainnya dari JalanJalanBaik yakni Reza, Tika dan Echa ikut serta dalam semacam ekspedisi ini bersama 5 orang dari Travelova.

Tak Semudah yang Kami Bayangkan
Dari informasi yang kami dapatkan bahwa untuk menuju Kampung Cisaban, maka harus menempuh daerah lain sebagai titik masuk; bukan dari Ciboleger ataupun Cijahe. Kampung Baduy Luar memang tersebar di beberapa titik yang mungkin saling berjauhan dengan demikian, perlu dicari titik masuk yang terdekat dari masing-masing kampung. Rombongan kami terdiri dari sekitar 9 orang dengan membawa 2 mobil yang di dalamnya sudah penuh dengan berbagai barang bantuan terutama pakaian. Daerah Lebak yang memang konturnya berupa pegunungan memang memberikan tantangan tersendiri. Awalnya kami berpikir bahwa untuk menuju pintu masuk tersebut, tidaklah sesulit yang kami bayangkan namun nyatanya tidak demikian.
Mobil kami harus melewati jalanan perkampungan yang di beberapa sisi berlubang, tidak beraspal dan sangat sempit. Jalan juga menanjak naik turun dan sangat menantang sekali. Saya yang tidak ikut menyetir mobil hanya bisa berdoa semoga mobil kami dapat melewati tanjakan jalan tersebut dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Beberapa kali mobil kami mengalami selip. Di beberapa sisi kami juga harus berpapasan dengan mobil/ truk dari arah yang berlawanan di jalan yang sempit dan di salah satu sisinya adalah semacam jurang atau tebing. Bisa dibayangkan bagaimana teman saya yang menyetir harus berusaha maksimal untuk mengendalikan situasi. Namun perjalanan yang menegangkan ini memang berkesan sekali bagi kami. Di sepanjang perjalanan, kami bisa menikmati pemandangan alam mulai dari area persawahan, hutan, bukit, lembah, gunung, jurang, sungai, perkampungan penduduk dan lainnya.

Kami tiba di pintu masuk utama ke Kampung Cisaban tepat pada siang hari sekitar jam 11 siang. Namun, kami tetap harus melakukan trekking selama kurang lebih 40-60 menit menuju perkampungan tersebut. Trekking yang kami lakukan juga tidaklah mudah karena ada banyak bukit naik turun yang harus kami lalui. Beruntung kami dibantu oleh warga sekitar untuk membawa banyak kardus dan karung berisi bantuan. Total ada sekitar belasan orang yang ikut iringan rombongan kami.

Ramah Dimanapun
Ketika menginjakkan kaki di Kampung Cisaban, sontak saya langsung bisa melihat bagaimana kampung ini benar habis dimakan si jago merah. Di berbagai sisi, deretan shelter sementara berbahan kayu dan babu serta beratap terpal dibangun. Kamipun disambut oleh beberapa orang yang menjadi perwakilan warga. Dari salah satu tenda darurat kami mengobrol dengan mereka.
Adapun dari cerita yang kami dengar bahwa bencana kebakaran tersebut merupakan yang pertama kali terjadi di Kampung Cisaban, yang diakibatkan, namun belum pasti, dari salah satu rumah warga. Kebakaran bagi mereka adalah cobaan dan beruntung tidak ada korban jiwa. Hanya dalam 1 jam, yang dimulai sekitar jam 8 malam, kampung ludes terbakar dan para warga berhamburan keluar rumah. Beruntung pihak pemerintah setempat terbilang sigap dan pada malam hari bantuan mulai berdatangan misalnya berupa terpal dan bahan makanan. Tidak hanya di situ, bantuan juga diberikan oleh berbagai pihak misalnya perusahaan swasta, lembaga zakat, komunitas, dan lainnya. Dari apa yang saya baca, Menteri Sosial RI yakni Ibu khofifah Indar Parawansa juga mengunjungi kawasan ini beberapa waktu lalu. Kementerian Sosial mengucurkan bantuan secara bertahap senilai total 3 miliaran rupiah untuk pembangunan kembali perkampungan di sana. Saya sendiri memang kagum dengan sosol Bu Khofifah. Beliau sudah lama terkenal kiprahnya dalam bidang sosial apalagi saat menjadi Ketua Muslimat NU. Ibu ini juga pernah 2 kali maju dalam pemilihan geburnur Jawa Timur walau belum berhasil. Saya bisa terbayang bagaimana menteri ini juga harus trekking selama 40-60 menit menuju kampung ini. Tidak mudah pastinya.

Kami diterima dengan sangat ramah oleh perwakilan warga. Bahkan kami juga sempat dibuatkan kopi. Kami berada di sana sekitar 1,5-2 jam. Saya sendiri sempat melihat beberapa sisi kampung. Di sana, warga sedang berbenah. Pembangunan rumah mulai dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan seperti kayu dan bambu. Pembangunan rumah dilakukan dan memakan waktu selama beberapa hari dan ditargetkan kampung akan rampung dibangun pada 2-3 bulan ke depan. Membangun kampung ini bukanlah juga urusan yang gampang terutama terkait dengan pengadaan bahan bangunan. Bahan bangunan dibawa dari pintu masuk dan harus diangkut menuju atas bukit. Di sepanjang jalur trekking yang kami lalui, lalu lalang orang juga ramai membawa kayu, bambu dan lainnya menuju Cisaban.

Setelah kami mengobrol beberapa saat, akhirnya kami menyerahkan bantuan dari teman-teman semua berupa uang dan pakaian yang layak pakai. Kami berharap bahwa bantuan ini berguna dan dapat meringankan beban teman-teman di sana. Perwakilan warga mengaku senang dengan kunjungan kami. Berkunjung ke sanapun, kata mereka, merupakan suatu kebahagiaan bagi mereka. Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman semua yang telah mendukung acara Geo-Care 2017; Charity Yoga for Baduy, Travelova, Komunitas Yoga Ceria dan banyak pihak lainnya. Kami juga berharap agar pembangunan perkampungan warga di Kampung Cisaban dapat berjalan lancar dan bencana kebakaran tidak akan pernah terjadi lagi di kampung tersebut. Amin.